JUDUL
-
SIMPANG PAKANTAN PINTU ANGIN MUARA SIPONGI TOBANG BOTUNG MUARA BOTUNG AMPAN(ANTARA MUARA BOTUNG-USOR TOLANG) USOR TOLANG SILUAK T...
-
Dalan Kuliling Pasar Kotanopan "Tolu do salubang boluton!" ning nenek namarjagal bolut di lambung tangga arah tu Partenisan i di...
-
Rukun yamani adalah sisi atau sudut Ka’bah yang menghadap ke arahYaman. Atau disebut sudut arah Yaman. Rukun yang sejajar dengan hajar as...
-
Biodata maher zain Kehidupan awal Maher Zain lahir pada 1982 di Lebanon. Keluarganya berpindah ke Sweden ketika Maher zain berusia lapan t...
Jumat, 08 Juli 2011
INDAHNYA PUASA PERTAMA DITANAH SUCI
INILAH puasa pertamaku di Kota Makkah. Puasa yang begitu indah hingga terasa ada getar yang memenuhi ruang-ruang kalbuku. Puasa yang indah karena dilakukan saat aku lagi punya fokus mencapai sesuatu. Lagi mendekati Tuhan untuk bermanja-manja dengan harapan agar ada rahmat dan karunia. Puasa ini berbeda bagiku.
Untuk pertama kalinya aku menjalani puasa dengan penuh keprihatinan. Menjalani puasa dengan semangat yang lagi pasang naik untuk mencicipi indahnya religiusitas.
Barangkali aku agak berlebihan. Saat di Medan dulu, puasa juga berat. Namun aku sangat kuat karena aku berada di tengah orang-orang yang mencintaiku. Ada ayah, ibu, abg dan adik - adikku. Semuanya memancarkan cinta yang mengalir bagai sungai. Tak henti-henti.
Di sini, aku harus belajar untuk menyimpan semua kenangan itu sebagai sesuatu yang berdenyut di hatiku. Aku harus merangkum semuanya menjadi getar yang membuatku harus tetap bertahan di tengah pekatnya Kota Makkah.
Aku menjalani sahur di rumah saudaraku yang dari medan. Di sana, ada kawan lamaku waktu dipesantren dulu. Semuanya senang menyambut Ramadhan.
Aku makan sahur dalam suasana yang begitu ramai bersama teman-teman. Menunya sangat sederhana yaitu nasi, indomie, serta ikan sardens. Menu itu dikemas dalam suasana yang begitu ramai. Kami saling mengganggu dan mengerjai. Suasana riuh tercipta ketika ada teman yang diolok-olok dan menimpalinya dengan lelucon segar.
Usai sahur, tiba-tiba saja semuanya langsung berwudhu. Tiba-tiba saja semua laki-laki memakai sarung dan songkok ala haji. Kami pergi menuju masjidil haram.
Suasananya begitu indah.karna orang-orang pada menuju kemesjid semua.
saya seakan larut dalam arus besar yang melihat Ramdhan dengan begitu romalistis. Mungkin saat itu saya memaknai Islam dengan begitu simbolik. Seakan-akan indahnya Islam direduksi menjadi perkara yang sifatnya ritual belaka.
Tapi, semuanya tidaklah sesederhana itu. Ada suasana emosi yang sukar untuk didefinisikan. Ada aspek psikologis yang sukar untuk dijabarkan dalam teks. Namun rasa itu benar-benar ada dan berdenyut dalam batinku.
Sebuah keindahan religiusitas yang lahir dari kesadaran akan adanya sesuatu yang begitu perkasa di luar diri saya. Kesadaran kalau ziarah material saya begitu menjauh dari upaya untuk merengkuh indahnya pelukan dan atmosfer keberadaan-Nya. Perjalanan saya begitu jauh dan menjauhi-Nya.
saya ingin pulang. saya ingin kembali mereguk indahnya cawan karunia-Mu. Meski saya malu dengan semua dosa dan angkara yang saya sebar di bumi ini.
Entah kenapa, aku dan teman-teman tiba-tiba menjelma jadi anak kecil. Aku tak bisa lupa ketika menjalani puasa di masa kecil. Bagaimana hebohnya ibuku membangunkan aku dan selalu meledek kalau aku tak kuat berpuasa. Sehari sebelum puasa, rumahku seakan berbenah seolah ada hajatan besar.
Ayahku mulai mengecat rumah, ibu mulai memasak yang enak-enak .aku membersihkan rumah.abg dan adik-adikku ikut mengelap kaca hingga bersih hingga tak nampak debu di situ. Puasa menjadi kenduri kultural yang sangat langka dan disambut meriah.
Aku masih ingat menu kesukaanku saat itu. Nasi dengan ikan cakalang yang udah dibakar dan ditumis dengan santan. Wow, menuliskannya saja sudah membuatku tiba-tiba lapar dan rindu dengan masakan ibuku.
Usai sahur, bersama saudara, aku langsung menuju Masjid al arifiyah yang terletak di depan rumahku. Di sana, kami salat berjamaah.
Usai itu, kami lalu jalan subuh bersama teman-teman,. Entah kenapa, warga kampungku suka menjalani ritual jalan subuh di saat usai salat berjamaah. Ada pertemuan dengan saudara-saudara yang lain sembari mempererat kembali benag silaturahmi yang sudah mulai berjauhan.
Malam hari jadi begitu meriah. Tak bosan-bosannya aku ke masjid untuk salat jamaah dan bermain-main bersama kawanku.
Ramadhan benar-benar menjadi momentum untuk kembali pada hakekat beragama yaitu peneguhan secara eksistensial kalimat Ilahi dan menjadikannya sebagai ruh atau nafas dalam bertindak.
Sebuah keindahan yang hadir bagai oase bagi batin yang kian jauh dari spiritualitas. Yah, keindahan yang saat ini mulai kusarasakan lagi. Thanks God....
cerita 5 tahun yang lalu.
by.rahman lubis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar